Friday, September 04, 2009

We are the Champions

We are the champions, my friend (King of Corn)

Banyak orang berani mati untuk hal yang diyakini. Mereka membayar harga tinggi untuk hal itu. Contohnya pelaku bom bunuh diri.

Pertanyaannya:
“Apakah anda berani untuk hidup?”
“Meraih hidup yang berkemenangan?”
“Hidup yang menginspirasi banyak orang?” (seperti sobat saya Li Tjhen)
“Hidup yang dikagumi orang dan dicintai ALLAH?”

Jawabannya :

Berani. Sebab bila anda tidak berani, anda berdosa pada pendiri Republik ini.

Apakah anda ingin menghabiskan sisa hidup anda mulai hari ini dengan hal-hal yang sepele sekitar gossip atau anda mau merencanakan waktu supaya mimpi atau cita-cita yang anda inginkan terwujud.

Maaf, saya bicara ini tidak untuk menghakimi anda, sekedar mengingatkan anda.

Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil cita-cita anda selain anda sendiri yang mengijinkannya.

Perhatikan kembali syair lagu “Queen” ini :
We are the champions, my friend, We’ll keep on fighting till the end
We are the champions, we are the champions
No time for loser, Cause we are the champions of the world

Terjemahan bebasnya adalah kita adalah pemenang, sobat. Kita tetap berjuang sampai titik darah penghabisan Kita adalah pemenang. Kita adalah pemenang

Tak ada waktu bagi pecundang, karena kita adalah pemenang bagi dunia ini.

Ijinkanlah saya menceritakan tentang seorang anak muda yang pernah bermimpi pada usia belasan tahun waktu di SMP.

Pada saat usia 19 tahun selepas sekolah SMA jurusan biologi karena senang saja dengan cara mengajar ibu gurunya, berhasil lulus dengan peringkat 10 besar, pernah mengorganisasi pertandingan catur sekolah, pegang redaksi Majalah Dinding tapi nggak tahu caranya, sering dikomplain orang, tengil kali, ambil jurusan setiap hari jurusan Taibol (Tai Bola maksudnya) dengan mata kuliah tetap basket, voli dan serta aktif dalam bermain gitar dan paduan suara sekolah.

Begitu lulus SMA, keluarga tidak sanggup menyekolahkan dia sehingga terpaksa mengambil juruan Sekretaris, mengikuti jejak kakak perempuannya.

Di usia 21 tahun mulai bekerja, di sebuah perusahaan konstuksi jurusan AutoCAD menjadi seorang drafter, berhasil membangun pembesian produk wiremesh untuk 30 High Rise Building termasuk UNTAR di sebelah mal Ciputra dan RS. Husada, bekerja jam 8 pagi sampai jam 8 malam tanpa uang lembur kecuali nasi campur yang berhasil menambah bobot badannya sebesar 12 kg dalam dua tahun itu.

Work, work and work. Kerja, kerja dan Kerja. Dia tidak menyerah.

Secara diam-diam dia menabung 50.000 sebulan untuk kuliah di tahun 1992. dengan uang sebesar 600.000 pada jaman itu yang ternyata kurang karena biayanya termurah di STMIK itu sudah 1.000.000.

Melipatgandakan hasil tabungan sampai dengan 1.500.000 ternyata di tahun 1993 harga termurah saat itu sudah 2.100.000. Meminjam istilah the power of kepepet, anak muda itu dengan nekad mengunjungi meja administrasi dan meletakkan semua uang sebesar 1.500.000 itu dan berkata dengan putus asa.

Pak, ini seluruh uang yang saya punya, saya berhutang 600.000 pak. Yang pasti saya ingin kuliah untuk mengubah nasib saya pak. Ini jalan satu-satunya untuk mengubah nasib pak, katanya.
Kuliah, kuliah, kuliah. Dia tidak menyerah.

Singkat cerita, anak muda itu dibolehkan kuliah, dengan cara mencicil. Dia setiap bulan menabung sebesar 100.00 per bulan dengan rincian 200.000 pertama untuk uang pendaftaran, 200.000 lagi untuk tengah semester dan 200.000 lagi untuk akhir semester dan begitu seterusnya.

Dia keluar dari kantor pertamanya karena dia harus memilih untuk kuliah dan masuk perusahaan percetakan dengan gaji berkurang sebesar 100.00 tapi dekat dengan tempat kuliahnya. Dia bekerja selama setahun di perusahaan percetakan tersebut.

Nabung, nabung dan nabung. Hemat, hemat dan hemat. Dia tidak menyerah.

Pada semester ketiga yaitu tahun 1995, penawaran datang dari kantor yang pertamanya kembali untuk memegang ISO, Manajemen Mutu. Mengikuti konsultan selama setahun dan berhasil mendapatkan sertifikasi ISO bulan Juni 1996. Sementara itu, dia kuliah sambil kerja berjalan dengan tantangan Jakarta – Cikarang (KM 31) setelah tol dalam kota – Jakarta naik bus dengan perincian sebagai berikut :

Angke – Grogol – Grand Melia Kuningan – Bus Lippo Cikarang – berhenti di prapatan Jababeka – Naik angkot – Ngojek dengan biaya seceng, pulang ngeteng lagi ke Bulak Kapal (bekasi Timur) – Grogol – Naik mikrolet untuk Kuliah di STMIK, sampai jam 9.00 pulang sampai di rumah jam 10 malam, belajar sebentar, tidur dan bangun kembali jam 5 pagi untuk memulai aktivitas rutin ini setiap hari.

Bayangkan, tanpa uang tambahan transport dan uang lembur. Separuh gaji habis untuk membiaya biaya transport, 200 ribu biaya kuliah, 150 ribu biaya rumah tangga. Pas banget, Irit kecepirit.

Semangat, semangat, semangat. Dia tidak menyerah.

Tahun 1997, anak muda itu diwisuda diseekitar bulan Juli – Agustus. Ada sekolah Magister baru di kuningan, tepatnya Gedung Surveyor lantai 15, dia daftar lagi sebagai angkatan pertama tahun 1997 dan lulus akhir tahun 1998. Seluruh keuangan habis untuk membiayai kuliah ini, tetap Jakarta – Cikarang – Jakarta naik Bis.

Maju maju maju. Dia tidak menyerah.

Januari 1999, memasuki lebaran hari kedua di bulan Januari tahun 1999, terjadi musibah. Terjadi kebakaran yang melahap 65 rumah di area dekat rumahnya, tidak terkecuali rumahnya pun di lalap si “jago merah”.

Dalam keadaan kepepet dan dia nekad berdoa supaya terjadi ”Magical Moment” misalnya diturunkan hujan dari langit saat itu misalnya. Ternyata tidak ada.

Karena itu dia bergerak perlahan-lahan (karena dalam tahap pemulihan diri akibat dari ”khitanan pribadi”) untuk turun tangga dari loteng rumahnya untuk menyelematkan dirinya dengan berbekal sarung dan kaos yang melekat saja pada tubuhnya.

Waktu kebakaran sangat singkat, 30 menit saja, tapi sempat membakar lantai 2 rumahnya yang terbuat dari kayu, rumah semi permanen yang telah ditinggalinya selama 20 tahun.

Langitku adalah rumahku. Dia tidak pernah menyerah.

Setelah kebakaran selesai, sepuluh hari kemudian dia menghadap atasannya untuk meminjam sejumlah uang, ternyata tidak dikabulkan karena tidak ada kebijakan untuk meminjam uang diperusahaan, bahkan untuk musibah kebakaran sekalipun.

TUHANlah sumber kehidupan dan pertolonganku. Dia tidak menyerah.

Tahun itu juga dia memutuskan pindah dengan bekal internal konsultan ISO untuk mengadu nasib untuk membantu sebuah perusahaan lain untuk mendapatkan sertifikasi ISO.

Bangkit dan bersinarlah. Buktikan merahmu. Dia tidak menyerah.

Dengan semangat Iso ora iso kudu iso. Dia berhasil mendapatkan sertifikasi itu di bulan Agustus 2000. Lebih dari setahun dia tidak pernah melihat matahari. Bangun sebelum matahari bersinar dan pulang setelah matahari terbenam. Kali ini Jakarta – Cikupa – Jakarta (Km 26) setiap hari, bedanya kali ini dia sudah mengedarai mobil ketimbang naik bis waktu beberapa tahun yang lalu.

Maju tak gentar, demi sebuah aktualisasi diri. Dia tidak menyerah.

Setelah pesta ceremoni dan pidato seadanya atas keberhasilan sertifikasi ISO itu, enam bulan setelah penghargaan itu, pada usia yang ke-31 dia menikah di bulan Pebruari, enam bulan berikutnya yaitu pada saat RCTI merayakan hari ulang tahunnya, dia dipanggil oleh atasannya dan harus segera angkat kaki pada akhir bulan itu juga.

I will do my crying in the rain. Dia tidak menyerah.
Back to basic.

Dia sekolah lagi. Dia menghabiskan waktu 10 jam belajar setiap hari untuk menjadi seorang Associate Webmaster, kemudian dilanjutkan Certified Webmaster dengan tujuan pergi ke Amerika.

Online, online. Online, online. Dia tidak menyerah.

Alih-alih menunggu waktu keberangkatan ke Amerika dia menghabiskan waktu belajar sedemikian rupa dengan rekor membuat website dalam 3 bulan, dipersingkat lagi menjadi 2 bulan, satu bulan. Tiga minggu, dua minggu, satu minggu bahkan satu hari sehingga dapat memberikan sebuah workshop cara membuat website dengan judul “18 langkah membuat website dari scratch” lengkap dengan workbook, video tutorial yang sampai sekarang belum pernah diterbitkan.

Tiba-tiba, boom. Ada kasus pengeboman di World Trade Center Amerika. Seluruh program keberangkatannya bubar, ikut lagi pelatihan “Cruise” sebuah pelatihan untuk “Hotel berjalan” agar menjadi desainer di kapal persiar, gagal lagi hanya jika dia ingin menjadi waiter.

Bubar, bubar, bubar lagi. Dia tidak menyerah.

Menjual asset berupa rumahnya yang belum jatuh tempo kepada temannya untuk modal usaha bersama dengan share 40%. Ironisnya, dia sanggup menggaji karyawan tapi dia sendiri tidak ada gaji malah harus bayar telepon, sewa tempat, dsb.

Tekor, tekor, tekor. Dia tidak menyerah.

Sementara waktu jalan terus, istri sudah mulai hamil dan harus mencicil mobil untuk membantu mengantar istri.

Hutang, hutang, hutang. Dia tidak menyerah.

Mulai menjadi seorang trainer “lepas” diberbagai institusi, semakin lama persaingan semakin meningkat, kue semakin tipis, porsi yang mungkin cocok untuk usaha sampingan karena tidak tetap penghasilannya. (No ngajar no pay lah)

Doa, doa, doa. Dia tidak menyerah.

Bulan Agustus beberapa tahun yang lalu, anak pertamanya lahir. Bulan Nopember, pertama kalinya dia nangis bombay akibat tekanan ekonomi yang sangat kuat. Hanya belum sampai meluk tiang saja bedanya. Orang dewasa sih bisa tahan lapar, makan dua sekali tapi kalau susu anak kan lain ceritanya. Sebuah titik terendah dalam kehidupannya.

Nangis popeye, air mata tidak dapat dibendung. Dia hampir menyerah.

Kemudian pada sebuah seminar, seorang teman yang juga pernah saling belajar dan mengajar memberikan kesempatan untuk bergabung di perusahaannya.

Penghasilan di perusahaan yang baru itu sama dengan penghasilannya di tahun 2001, jadi tidak naik gaji selama lima tahun, bo. Dikontrak setahun pula. Nasib tinggal diujung tanduk.

Hope, hope, hope. Dia kembali tidak menyerah.

Segala daya upaya dia lakukan. Apa saja. Yang penting halal. Bikin apa kek, wara wiri kemana nggak jelas kek. Nggak penting, yang penting dapur ngebul. Dan pada tahun 2006, dia benar-benar diangkat menjadi karyawan tetap. Tahun itu juga terjadi merger, dan dia mulai terlibat dalam pengembangan orang.

Selamat, selamat, selamat. Dia mulai bertumbuh dan berkembang


Sekarang anak muda itu menjadi seorang trainer yang handal dalam topik-topik tertentu di perusahaan itu, terlibat dalam pengembangan orang terutama ketika perusahaan ini mengalami merger.

Karena kepandaiannya, dia selalu dipercaya untuk membuatkan presentasi untuk kepentingan Direktur, bahkan Presiden Direktur tempat dia berusaha, karena hanya dia yang mampu membuat presentasi berupa movie, animasi, gerak gambar dan lagu. Sebuah perpaduan antara ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Antara kepepet, nekad dan pengucapan syukur.

Dan, tahun ini dia dipromosi menjadi Manager.
Akhirnya dia menjadi PEMENANG.

Sekarang, dia mulai berbagi tulisan, inspirasi, motivasi kepada siapapun, lepas dari apapun situasinya. Dia mempunyai cita-cita untuk berkontribusi positif bagi negeri tercinta Indonesia lewat pengalaman hidupnya dan menjadi berkat dimanapun dia berada lewat profesinya.

Bila buku ini sudah sampai ditangan anda, maka anda akan bertemu dengannya lewat ilustrasi-ilustrasinya.
Mari kita bersatu
Mari kita berjuang
Mari kita capai kemenangan bersama.
karena
We are the champions, my friend
We’ll keep on fighting till the end
We are the champions,
We are the champions
No time for loser,
Cause we are the champions
Of the world
(We walk together, full)