Thursday, October 30, 2008

Rumus Sukses Kita

“Tabur PIKIRAN, tuai TINDAKAN
Tabur TINDAKAN, tuai KEBIASAAN
Tabur KEBIASAAN, tuai KARAKTER
Tabur KARAKTER, tuai NASIB”.

Karakter kita adalah gabungan dari kebiasaan-kebiasaan kita. Kebiasaan adalah faktor yang kuat di dalam hidup kita. Karena konsisten dan sering merupakan pola yang tidak disadari, maka kebiasaan terus menerus, setiap hari, mengekspresikan karakter kita dan menghasilkan keefektifan kita atau ketidak efektifan kita.

Orang yang menyaksikan perjalanan Apollo 11 ke bulan terpaku ketika melihat orang-orang pertama berjalan diatas bulan dan kembali ke bumi. Pujian yang berlebihan seperti ”fantastis” dan ”luar biasa” tidak cukup untuk menggambarkan hari-hari yang penting itu. Untuk sampai ke bulan, para astronot benar-benar harus lepas dari tarikan gravitasi bumi yang besar sekali. Lebih banyak energi dikerahkan dalam beberapa menit pertama peluncuran, dalam beberapa mil pertama perjalanan, dibandingkan yang digunakan selama beberapa hari berikutnya untuk menempuh setengah juta mil.

Demikian juga dengan kebiasaan, kebiasaan memiliki tarikan gravitasi yang besar sekali – lebih besar daripada yang kebanyakan orang sadari atau mau akui. Untuk memutus kecenderungan kebiasaan yang sudah tertanam dalam seperti

• menunda-menunda
• tidak sabar
• mencela
• atau egois

yang melanggar keefektifan manusia, anda perlu kekuatan kemauan dan perubahan yang BESAR dalam hidup. Peluncuran kebiasaan baru membutuhkan tenaga yang besar sekali untuk memutus tarikan gravitasi kebiasaan lama, agar kita bebas untuk memasuki dimensi baru atas kebiasaan-kebiasaan baru kita.

Gravitasi adalah kekuatan yang besar dan jika menggunakannya secara efektif, maka kita dapat memanfaatkan tarikan gravitasi dari kebiasaan baru untuk menciptakan kepaduan dan keteraturan yang diperlukan untuk menegakkan KEEFEKTIFAN di dalam hidup kita.

Jadi ubahlah :

menunda-menunda MENJADI Disiplin dan tepat waktu
tidak sabar MENJaDI SABAR
mencela MENJADI Mendengarkan
• atau egois MENJADI penuh kasih dan pengertian

Salam kepemimpinan,

Surya D. Rachmannuh,
surya_rachmannuh@yahoo.co.id

Tingkat baru dalam berpikir

Albert Einstein mengemukakan, "Masalah penting yang kita hadapi tidak dapat kita pecahkan pada tingkat berpikir yang sama seperti kita menciptakan masalah tersebut".

Tujuh kebiasaan manusia yang sangat efektif adalah tentang tingkat yang baru dalam berpikir ini. Tingkat berpikir ini merupakan pendekatan yang berpusat pada PRINSIP, pendekatan berdasarkan KARAKTER, pendekatan DALUR (dari dalam ke luar) terhadap keefektifan pribadi dan antar pribadi.

DALUR berarti memulai pertama dengan diri sendiri, bahkan lebih mendasar lagi, memulai dengan bagian paling dalam dari diri sendiri - dengan PARADIGMA anda, KARAKTER anda, dan MOTIF anda.

Jika pernikahan anda ingin bahagia, JADILAH jenis orang yang menghasilkan ENERGI POSITIF dan menyingkirkan energi negatif.

Jika ingin punya anak yang menyenangkan dan mau bekerja sama, JADILAH orang tua yang lebih pengertian, empati, konsisten dan penuh kasih.

Jika ingin memiliki ruang gerak yang lebih besar dalam pekerjaan anda, JADILAH orang yang lebih mau membantu dan lebih banyak memberikan dukungan.

Jika anda ingin dipercaya, JADILAH layak dipercaya.

JIka anda menginginkan kebesaran sekunder dari bakat yang diakui, FOKUSlah pada kebesaran PRIMER dan KARAKTER.

DALUR mengatakan kemenangan pribadi mendahului kemenangan Publik, Prinsip DALUR adalah sebuah PROSES yang berkesinambungan dari pembaruan yang didasari oleh hukum-hukum alam yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan manusia.

Jika kita dengan sungguh-sungguh berusaha mengerti dan memadukan prinsip-prinsip ini ke dalam kehidupan nyata, saya yakin kita akan menemukan kembali kebenaran dari apa yang dikemukan oleh T. S. Eliot:

"Kita tidak boleh berhenti menjelajah dan akhir dari semua penjelajahan kita akan tiba dimana kita memulai dan mengetahui tempat tersebut untuk pertama kalinya."

Salam kepemimpinan,

Surya D. Rachmannuh,
surya_rachmannuh@yahoo.co.id

Cara Kita Melihat Masalah adalah MASALAHNYA

Cara kita melihat masalah adalah masalahnya :

"Saya sudah mengikuti kursus mengenai pelatihan manajemen yang efektif. Saya berharap banyak dari karyawan saya dan saya berusaha keras untuk bersahabat dengan mereka dan memperlakukan mereka dengan benar. Akan tetapi, saya tidak merasakan loyalitas mereka. Saya kira jika saya tinggal dirumah karena sakit selama satu hari saja, mereka akan menghabiskan sebagian besar waktu mereka mengobrol di dekat keran air minum. Mengapa saya tidak bisa melatih mereka menjadi mandiri dan bertanggung jawab - atau menemukan karyawan yang demikian?"

Etika Kepribadian mengatakan kepada saya bahwa saya dapat mengambil semacam tindakan dramatis - mengguncangkan segalanya - yang akan membuat karyawan saya berkembang dan menghargai apa yang mereka miliki atau ada sebuah program pelatihan motivasi yang akan membuat mereka memiliki komitmen atau bahkan saya dapat memperkerjakan orang baru yang akan melakukan pekerjaan yang lebih baik.

Masalahnya adalah, apakah mungkin dibawah perilaku yang tidak loyal itu, para karyawan ini mempertanyakan apakah kita benar-benar bertindak demi kepentingan terbaik mereka? Apakah mereka merasa kita memperlakukan mereka sebagai objek mekanis? Apakah ada sejumlah kebenaran dalam hal itu?


Dapatkah kita melihat betapa mendasarnya paradigma dari Etika Kepribadian mempengaruhi cara kita melihat masalah kita dan juga cara kita berusaha memecahkan masalah itu?

Apakah orang melihatnya atau tidak, banyak yang menjadi terkecoh dengan janji kosong dari Etika Kepribadian. Terkadag cara berpikir jangka panjang para eksekutif benar-benar tertutup oleh psikologi tipu muslihat dan pembicara "motivasional" yang memiliki tidak lebih dari kisah-kisah yang memikat dan digabung dengan kata-kata kosong.

Sesungguhnya mereka menginginkan ISI, mereka menginginkan sebuah PROSES. Mereka menginginkan lebih dari sekadar aspirin dan plester obat. Mereka ingin memecahkan masalah mendasar yang kronis dan berfokus pada prinsip-prinsip yang memberikan hasil jangka panjang.

Salam Kepemimpinan
Surya D. Rachmannuh
surya_rachmannuh@yahoo.co.id

Monday, October 27, 2008

Prinsip Pertumbuhan dan Perkembangan

Daya tarik yang besar dari Etika Kepribadian adalah adanya semacam caya yang cepat dan mudah untuk mencapai kehidupan yang berkualitas - keefektifan pribadi dan hubungan yang kaya dan mendalam dengan orang lain - tanpa menjalani proses alami berupa kerja dan pertumbuhan yang memungkinkan terjadinya itu semua.

Ini adalah sebuah simbol tanpa substansi. Ini adalah skema "menjadi kaya dengan cepat" yang menjanjikan "kekayaan tanpa kerja". Dan ini mungkin kelihatannya berhasil - tetapi tetap merupakan skema.

Etika kepribadian menyesatkan dan menipu. Berusaha mendapatkan hasil berkualitas tinggi dengan teknik-tekniknya dan perbaikan cepatnya adalah sama efektifnya dengan berusaha untuk tiba disuatu tempat di Chicago dengan menggunakan peta Detroit.

Didalam semua kehidupan ada tahap-tahap berurutan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Seorang anak belajar untuk berguling, duduk, merangkak dan kemudian berjalan lalu berlari. Tiap tahap adalah penting dan masing-masing membutuhkan waktu. Tidak ada tahap yang dapat dilewati begitu saja.

Ini berlaku di dalam semua fase kehidupan, di dalam semua bidang perkembangan, entah itu belajar piano atau berkomunikasi secara efektif dengan rekan sekerja. Ini berlaku pada individu, dalam pernikahan, dalam keluarga dan dalam organisasi.

Kita mengetahui dan menerima fakta dan prinsip dari proses ini di dalam benda-benda fisik, tetapi untuk memahaminya di dalam bidang emosional, didalam hubungan manusia dan bahkan di dalam bidang karakter pribadi adalah kurang lazim dan lebih sulit. Walaupun kita memahaminya, untuk menerimanya dan hidup selaras dengannya bahkan lebih tidak lazim dan lebih sulit lagi. Akibatnya, kita kadang mencari jalan pintas, berharap dapat melompati beberapa langkah vital ini untuk menghemat waktu dan tenaga dan tetap meraih hasil yang diinginkan.

Apa yang terjadi bila kita berusaha memintas suatu proses yang alami didalam pertumbuhan dan perkembangan kita? Jika anda hanya seprang pemain tenis biasa saja, tetapi memutuskan untuk bermain pada tingkat yang lebih tinggi untuk memberikan kesan yang lebih baik, apa hasilnya? Apakah berpikir positif saja memungkinkan anda bersaing secara efektif melawan seorang profesional?

Bagaimana jika anda ingin membuat teman anda percaya bahwa anda dapat bermain piano pada tingkat konser sementara kemampuan anda yang sebenarnya sekarang adalah tingkat pemula?

Jawabannya jelas. Sama sekali tidak mungkin untuk melanggar, mengabaikan atau memintas proses perkembangan ini. Ini berlawanan dengan alam, dan berusaha menggunakan jalan pintas seperti ini akan mengakibatkan kekecewaan dan frustasi.

Pada skala sepuluh angka, seandainya saya berada pada tingkat dua pada bidang apapun dan ingin pindah ke tingkat lima, saya harus lebih dahulu mengambil langkah ke tingkat tiga. "Perjalanan seribu mil dimulai dari langkah pertama" yaitu BERTINDAK dan tidak menunda-nunda, dan hanya dapat dilakukan satu langkah demi langkah.

Contoh dari Stephen R. Covey (7 habit)

Suatu hari saya pulang untuk menghadiri pesta ulang tahun ketiga putri saya. Saya mendapatkannya berada di sudut ruang depan, dengan menantang mengengam semua hadiahnya, tidak bersedia membiarkan anak-anak lain bermain dengan hadiah miliknya. Hal pertama yang saya lihat adalah beberapa orangtua di dalam ruangan menyaksikan peragaan yang egois ini. Saya merasa malu dan semakin malu karena waktu itu saya mengajar untuk mata kuliah hubungan manusia. Dan saya tahu, atau setidaknya merasakan, apa harapan orang tua ini.

Suasana di dalam ruangan benar-benar tidak enak - anak-anak berkerumum di sekeliling putri saya yang masih kecil dengan tangan mereka terjulur meminta untuk bermain dengan hadiah-hadiah yang baru saja mereka berikan dan putri saya menolak dengan kukuh. Saya berkata dalam hati," Tentunya saya harus mengajarkan putri saya untuk berbagi. Nilai dalam berbagi adalah salah satu dari hal yang paling mendasar yang kami yakini.

Lihat cara pendekatan berikut ini :

Saya pun mencoba melakukan sebuah permintaan sederhana. "Sayang, MAUkah kamu meminjamkan mainan yang baru saja mereke berikan kepadamu?

"Tidak," jawabnya datar.

Cara yang kedua adalah menggunakan sedikit penalaran. "Sayang, JIKA kamu mau meminjamkan MAKA kalau kamu pergi kerumah mereka, mereka juga akan meminjamkan mainan mereka kepadamu".

Kembali jawabannya adalah "tidak".

Saya menjadi lebih malu karena jelas saya tidak mempunyai pengaruh. Cara yang ketiga adalah SUAP. Dengan berbisik saya berkata "Sayang, JIKA kamu mau meminjamkan mainan itu, ayah punya kejutan istimewa untukmu. Ayah akan beri kamu permen karet."

Aku tidak mau permen karet, bentaknya.

Sekarang saya menjadi jengkel. Untuk usaha saya yang keempat, saya mengandalkan rasa takut dan ancaman. "KALAU KAMU tidak mau meminjamkan mainanmu, KAMU akan dihukum!.

"Aku tidak peduli!" teriaknya. "Ini semua mainanku. Aku tidak perlu meminjamkannya!"

Akhirnya saya mengandalkan kekuatan. Saya lamgsung mengambil beberapa mainan tersebut dan memberikannya kepada anak-anak lain. "Ini anak-anak, mainlah".

Yang menarik adalah saya sekadar mengambil keputusan awal bahwa saya benar, ia harus berbagi dan ia salah karena tidak melakukannya. Barangkali saya memaksakan harapan tingkat yang lebih tinggi kepadanya karena pada skala saya sendiri, saya berada pada tingkat yang lebih rendah. Saya tidak mampu atau tidak bersedia memberikan "kesabaran" dan "pengertian", sehingga saya mengharapkannya untuk memberikan benda-benda. Dalam upaya untuk mengimbangai kekurangan saya, saya meminjam kekuatan dari posisi atau otoritas saya untuk memaksanya melakukan apa yang saya ingin agar ia kerjakan.

Kita akan membahas pada ulasan berikutnya bahwa meminjam kekuatan itu adalah sebuah kelemahan.

Salam kepemimpinan,
Surya D. Rachmannuh
surya_rachmannuh@yahoo.co.id

Friday, October 24, 2008

Paradigma yang berpusat pada prinsip

Prinsip-prinsip ini adalah bagian dari sebagian besar agama yang besar dan abadi, dan juga filosofi sosial dan sistem etika yang abadi. Prinsip-prinsip ini terbukti sendiri dan dapat dengan mudah diabsahkan oleh siapa saja.

1. Keadilan

yang darinya keseluruhan konsep kita tentang keadilan dikembangkan. Anak-anak kecil tampaknya memiliki perasaab bawaan tentang gagasan keadilan bahkan terlepas dari pengalaman pengkondisian yang berlawanan. Ada perbedaan besar dalam cara keadilan didefinisikan dan dicapai, tetapi ada kesadaran yang hampir universal tentang gagasan itu.


2. Integritas dan kejujuran

Keduanya menciptakan dasar kepercayaan yang esensial untuk kerjasama dan pertumbuhan pribadi serta antarpribadi jangka panjang.


3. Martabat manusia

Semua manusia diciptakan sama dan diberkahi oleh Sang Pencipta denga hak-hak tertentu yang tidak dapat dicabut, yaitu Hak Hidup, kebebasan dan pengejaran kebahagiaan".


4. Pelayanan :Gagasan memberikan kontribusi atau sumbangan

5. Kualitas dan Keunggulan

6. Potensi : kita berada dalam tahap embrio dan dapat bertumbuh dan berkembang dan melepaskan semakin banyak potensi, mengembangkan semakin banyak bakat. Sangat berhubungan dengan potensi adalah

7. Pertumbuhan, proses pelepasan potensi dan pengembangan bakat

8. Kesabaran

9. Pengasuhan dan

10. Dorongan

Prinsip bukanlah praktek. Praktek adalah aktivitas tertentu atau aksi. Sementara praktek bersifat spesifik menurut situasi, maka prinsip adalah kebenaran yang dalam dan fundamental yang memiliki aplikasi universal. Prinsip berlaku pada individu, pernikahan, keluarga, organisasi, swasta dan pemerintah.

Prinsip bukanlah nilai. Sekumpulan pencuri dapat mempunyai nilai yang sama, tapi nilai ini melanggar prinsip dasar yang sedang kita bicarakan. Prinsip adalah wilayah. Nilai adalah peta. Jika kita menghargai prinsip yang benar, kita memiliki kebenaran - suatu pengetahuan tentang segalanya sebagaimana adanya.

Prinsip adalah pedoman untuk tingkah laku manusia yang terbukti mempunyai nilai yang langgeng dan permanen. Prinsip bersifat mendasar. Prinsip pada dasarnya tidak dapat dibantah karena sudah jelas dengan sendirinya.

Keadilan, kejujuran, kemuliaan, kebergunaan, prestasi dan peningkatan terus menerus dapat anda dipertimbangkan sebagai kebahagiaan dan keberhasilan yang kekal.

Semakin dekat peta atau paradigma kita dijajarkan dengan prinsip atau hukum alam ini, semakin akurat dan fungsional peta atau paradigma itu jadinya. Peta yang benar akan menimbulkan dampak tanpa batas pada keefektifan pribadi dan keefektifan antar pribadi kita yang jauh lebih besar daripada jumlah upaya apapun yang kita kerahkan untuk mengubah sikap dan perilaku kita.

Salam kepemimpinan,
Surya D. Rachmannuh
Surya_rachmannuh@yahoo.co.id

Kekuatan Paradigma

Tujuh Kebiasaan Manusia yang sangat efektif mencakup banyak prinsip dasar dari keefektifan manusia. Kebiasaan-kebiasaan ini bersifat mendasar, merupakan hal yang primer. Ketujuh kebiasaan ini menggambarkan internalisasi prinsip-prinsip yang benar, menjadi dasar kebahagiaan dan keberhasilan yang langgeng.

Akan tetapi sebelum kita dapat benar-benar mengerti Tujuh Kebiasaan ini, kita perlu mengerti "paradigma" kita sendiri dan bagaimana membuat suatu perubahan paradigma.

Baik Etika Karakter dan Etika Kepribadian adalah contoh-contoh dari paradigma sosial. Kata "paradigma" berasal dari bahasa Yunani. Kata ini semula merupakan istilah ilmiah dan lebih lazim digunakan sekarang ini dengan arti model, teori, persepsi, asumsi atau kerangka acuan.

Dalam pengertian umum, paradigma adalah cara kita "melihat" dunia - bukan berkenaan dengan pengertian visual dari tindakan melihat melainkan berkenaan dengan mempersepsi, mengerti, menafsirkan.

Untuk tujuan kita, cara sederhana untuk mengerti paradigma adalah dengan memandangnya sebagai peta. Kita tahu bahwa "peta bukanlah wilayah". Peta hanyalah penjelasan tentang aspek tertentu dari wilayah.

Andaikan saja anda ingin tiba disuatu tempat tertentu ditengah kota Chicago. Sebuah peta jalan dari kota itu akan sangat membantu anda untuk tiba disebuah tujuan. Akan tetapi, andaikan saja anda diberi peta sebenarnya adalah peta detroit. Dapatkah anda bayangkan rasa frustasi dan ketidakefektifan usaha untuk mencapai tempat tujuan anda?

Anda mungkin sedang mengolah "perilaku" anda - anda dapat berusaha lebih keras, lebih giat, melipatduakan kecepatan anda. Akan tetapi usaha anda hanya akan berhasil membawa anda ketempat yang salah tersebut dengan lebih cepat.

Anda mungkin sedang mengolah "sikap" anda - anda dapat berpikir secara lebih positif. Anda tetap tidak akan tiba ke tempat yang benar, tetapi mungkin anda tidak akan peduli. Sikap anda akan menjadi begitu positif sehingga anda akan bahagia dimanapun anda berada.

Intinya adalah anda masih tersesat. Masalah yang mendasar tidak ada kaitannya dengan masalah perilaku atau sikap anda. Masalahnya sebenarnya berkaitan dengan memiliki peta yang salah.

Jika anda mempunyai peta yang benar dari Chicago, maka keuletan menjadi penting dan jika anda menghadapi penghalang yang membuat frustasi sepanjang jalan maka "sikap" dapat membuat perbedaan yang benar-benar menentukan. Akan tetapi, persyaratan yang pertama dan paling penting adalah keakuratan peta tersebut.

Kita masing-masing mempunyai banyak peta di dalam kepala kita yang dapat dibagi menjadi dua kategori utama : peta segala sesuatunya, sebagaimana adanya atau REALITAS dan peta segala sesuatunya seperti seharusnya atau nilai. Kita menafsirkan semua yang kita alami melalui peta-peta mental ini. Kita jarang mempertanyakan keakuratan peta-peta tersebut; kita biasanya bahkan tidak sadar bahwa kita memiliki keduanya. Kita cuma mengasumsikan bahwa cara kita memandang segala sesuatu adalah cara segala sesuatunya itu sebagaimana adanya atau sebagaimana seharusnya.

Dan sikap serta perilaku kita bertumbuh dari asumsi-asumsi itu. Cara kita memandang sesuatu adalah sumber dari cara kita berpikir dan cara kita bertindak.

Intinya, paradigma adalah sumber dari sikap dan perilaku kita. Kita tidak dapat bertindak dengan integritas dilauar paradigma tersebut. Kita benar-benar tidak dapat mempertahankan keutuhan jika kita berbicara dan berjalan secara berbeda dengan cara kita melihat.

Ini menunjukkan salah satu cacat dasar dari Etika Kepribadian. Mencoba mengubah sikap dan perilaku hanya sedikit berarti dalam jangka panjang jika kita lalai memeriksa paradigma dasar darimana sikap dan perilaku itu mengalir.

Semakin sadar kita akan paradigma dasar, peta dan asumsi kita dan sejauh mana kita telah dipengaruhi oleh pengalaman kita, maka semakin kita dapat menerima tanggung jawab untuk paradigma itu dan memeriksanya, mengujinya berdasarkan realitas, mendengarkan orang lain dan bersikap terbuka terhadap persepsi mereka, sehingga mendapatkan gambaran yang lebih besar dan pandangan yang jauh lebih objektif.

Salam Kepemimpinan
Surya D. Rachmannuh
surya_rachmannuh@yahoo.co.id

Kebesaran Primer dan Sekunder

Mengulas topik yang lalu tentang Etika Kepribadian, bukanlah berarti pertumbuhan kepribadian, pelatihan ketrampilan berkomunikasi dan pendidikan dalam bidang strategi pengaruh dan berpikir positif tidaklah menguntungkan, ini merupakan esensi untuk mencapai keberhasilan, tapi hanya untuk bagian sekunder saja, bukan yang primer.

Dalam memanfaatkan kapasitas manusia kita untuk membangun berdasarkan generasi sebelum kita, mungkin kita kurang hati-hati telah menjadi begitu terfokus pada bangunan kita sendiri sehingga melupakan dasar yang menahannya tetap berdiri, atau karena begitu lama kita telah menuai tanapa pernah menabur, barangkali kita telah melupakan kebutuhan untuk menabur.

Banyak orang dengan kebesaran sekunder yaitu pengakuan sosial akan bakat mereka - tidak memiliki kebesaran atau kebaikan primer dalamkarakter mereka. Cepat atau lambat, anda akan melihat ini dalam setiap hubungan jangka panjang. Sesungguhnya,karakterlah yang berkomunikasi paling fasih.

Intinya, "siapa kita adanya" berkomunikasi jauh lebih fasih dibandingkan apapun yang kita katakan atau kerjakan. Kita semua mengetahuinya. Ada orang yang kita percaya sepenuhnya karena kita mengetahui karakter mereka. Entah karena fasih atau tidak, entah mereka memiliki teknik hubungan manusia atau tidak, kita percaya kepada mereka dan kita bekerja dengan berhasil dengan mereka.

"Kedalam tangan setiap individu diberikan kekuasaan yang mengagumkan untuk berbuat baik atau jahat - pengaruh yang diam, tidak disadari, tidak terlihat dari kehidupannya. Ini benar-benar merupakan pancaran konstan dari siapa orang itu sebenarnya, bukan sosok pura-pura yang ia perankan. - William George Jordan

Salam Kepemimpinan
Surya D. Rachmannuh
surya_rachmanuh@yahoo.co.id

Monday, October 13, 2008

Etika Kepribadian dan Etika Karakter

Banyak literatur selama 50 tahun terakhir pada saat tulisan ini dibuat (sekitar tahun 1940 - 1990an, Steven R. Covey menemukan bahwa literatur itu diisi dengan kesadaran akan

* Citra sosial
* teknik dan perbaikan cepat (Quick Fix)

dengan plester sosial dan aspirin yang mengobati masalah akut dan kadang bahkan tampak menyembuhkannya untuk sementara waktu, namun itu akan menimbulkan masalah kronis yang mendasarinya tanpa tersentuh untuk membusuk dan muncul kembali ke permukaan berkali-kali....

Dalam kontras yang tajam, hampir semua literatur dalam 150 tahun yang pertama sesudah kemerdekaan AS, apa yang disebut Etika Karakter disebut sebagai dasar dari keberhasilan. Hal-hal seperti :

* Integritas
* Kerendahan hati
* Kerajinan
* Penguasaan diri
* Keberanian
* Keadilan
* Kesabaran
* Kerajinan
* Kesopanan
* dan Hukum Utama (berbuatlah kepada orang lain seperti yang kamu kehendaki supaya orang berbuat kepadamu). Dan Autobiografi Benjamin Franklin mewakili literatur ini.

Sangat menarik bukan? Ini adalah sebuah kisah tentang usaha satu orang untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip ini kedalam karakter dasar mereka.

Akan tetapi, tak lama setelah perang Dunia I, pandangan dasar tentang keberhasilan berubah dari Etika Karakter menjadi apa yang dapat kita sebut Etika Kepribadian, dimana keberhasilan menjadi lebih merupakan fungsi kepribadian, citra masyarakat, sikap dan perilaku, ketrampilan dan teknik, yang melicinkan proses interaksi manusia.

Etika kepribadian ini pada dasarnya mengambil dua jalan yaitu :

1. Teknik hubungan manusia dan masyarakat
2. Sikap Mental Positif (SMP)

Memang kadang filosofi ini diekspresikan di dalam pepatah yang mendatangkan ilham dan kadang absah seperti :

* Senyum menghasilkan lebih banyak teman daripada kerutan pada dahi
* Apapun yang dapat dipahami dan diyakini oleh benak manusia, maka itu pasti dapat dicapai.

Bagian lain dari pendekatan kepribadian jelas manipulatif, bahkan menipu, mendorong orang menggunakan teknik-teknik untuk membuat orang lain menyukai mereka atau berpura-pura tertarik akan hobi orang lain untuk mendapatkan apa yang diinginkan dari orang tersebut atau hendak menggunakan "penampilan kekuasaan" atau untuk menjalani kehidupan mereka dengan intimidasi.

Sebagian dari literatur ini menyatakan karakter sebagai bahan dari keberhasilan, tetapi cenderung mengkotak-kotakkannya dan bukan mengakui sebagai hal yang mendasar dan sebagai katalisator. Acuan pada etika karakter kebanyakan hanya dibibir saja; padahal penggerak dasarnya adalah teknik mempengaruhi yang cepat, strategi kekuasaan, keterampilan berkomunikasi dan sikap positif.

Bagaimana dengan kita yang hidup di Indonesia?

Salam Kepemimpinan
Surya D. Rachmannuh
surya_rachmannuh@yahoo.co.id