Tuesday, January 20, 2009

Pendekatan dan Pandangan Appreciative Inquiry

Appreciative Inquiry adalah sebuah cara berpikir, memandang dan bertindak secara kuat, dengan tujuan perubahan pada organisasi yang berarti. Appreciative Inquiry bekerja pada asumsi bahwa apapun yang anda inginkan lebih, sudah ada tersedia dalam tubuh organisasi itu sendiri. Ketika proses problem solving secara terpisah dan terbagi atas berbagai bagian system, Appreciative Inquiry membangun sebuah image yang membangun pasukan untuk memberikan kehidupan dan energi pada sebuah system. David Cooperrider, Suresh Srivastva, Frank Barrett, John Carter dan lainnya membangun teori ini di Case Western Reserve University di Cleveland Ohio di tahun 70an.


Problem seperti apa yang anda hadapi?

Ini adalah sebuah pertanyaan yang sering saya tanyakan pada klien adan ketika saya menjadi konsultan pengembangan internal. Saya mencari “kebutuhan” atau gaps pada kemampuan untuk membantu para manajer mengisi gap mereka atau menyelesaikan masalah mereka. Karena saya menekankan pada masalah mereka, saya tidak hanya mendapatkan masalahnya malah saya membantu mereka memperbesarnya sebelum saya datang membantu mereka. Setelah yang mendapatkan teori Appreciative Inquiry, Saya mainkan kembali pikiran saya dengan klien internal saya. Saya menyadari bahwa saya telah menempatkan perhatian saya pada problem yang mungkin adalah beberapa kekuatiran timbul menjadi masalah ketika saya memainkan peran saya sebagai penemu masalah. Seharusnya saya melakukan pertanyaan “Apa hal-hal baik yang terjadi disini?” Ide apa yang dapat anda berikan kepada saya dan dapat dibagikan kepada orang lain? Bagaimana anda mendokumentasikan keberhasilan anda? Maka peran saya akan menjadi seorang fasilitator untuk menentukan kondisi apa yang membuat kemunkinan keberhasilan itu teradi dan bagaimana kita dapat mendukung kondisi ini menjadi sebuah budaya organisasi.

Ini adalah perbandingannya antara pendekatan secara tradisional dan Appreciative Inquiry

Pendekatan Tradisional :

• Menentukan masalah
• Perbaiki apa yang salah
• Fokus pada perbaikan

Muaranya adalah “Masalah apa yang anda miliki?”

Sedangkan pendekatan Appreciative Inquiry adalah sebagai berikut :

• Mencari untuk solusi pada apa yang sudah terjadi
• Mempertahankan apa yang telah berjalan
• Fokus pada apa yang membuat sesuatu itu lebih hidup

Muaranya adalah “Apa yang sudah berjalan baik disini?”

Appreciative Inquiry adalah sebuah filosofi kompleks yang mengandung keseluruh sistem sebagai sebuah permintaan tentang apa yang sedang berjalan benar disini. Inquiry menemukan data bahwa data itu perlu dianalisa dan diangkat menjadi sebuah tema yang umum. Kemudian kelompok mengartukulasi tema dan mimpi itu menjadi “Apa yang mungkin dapat kita lakukan” dan “Apa jadinya nanti”. Apa jadinya nanti adalah sebuah pengembangan visi masa depan yang bercermin atas analaisa pada masa yang lalu. Keseluruhan sistem dipelihara dalam arti ditemukan tindakan-tindakan terbaiknya di masa lalu, kemudian mengembangkannya kedalam masa depan. Ini berbeda dari pekerjaan visioning lainnya karena pengembangan visi organisasi masa depan didasari oleh sebuah kenyataan pada masa yang lalu.


Asumsi-asumsi dari Appreciative Inquiry adalah

1. Didalam setiap perkumpulan, organisasi atau kelompok, ada sesuatu yang bekera dengan baik
2. Apa yang kita fokuskan akan menjadi kenyataan kita
3. Realitas di ciptakan dalam sebuah jara dan ada realitas yang banyak sekali
4. Tindakan dengan cara mengajukan pertanyaan pada sebuah organisasi atau kelompok mempengaruhi kelompok itu dengan cara yang sama
5. Orang akan mempunyai keyakinan lebih dan merasa nyaman dalam perjalanan menuju ke masa depan yang serba tidak pasti ketika mereka mendapatkan kunci keberhasilan yang sudah pasti terjadi di masa lalu (yang pasti-pasti aja dech)
6. Jika kita membawa keberhasilan masa lalu kita ke masa depan, maka mereka akan menjadi yang terbaik di masa depan
7. Sangat penting untuk menghargai perbedaan-perbedaan
8. Bahasa sehari-hari yang kita gunakan akan menciptakan kenyataan hidup kita sekarang dan di masa depan

Asumsi-asumsi ini akan terlihat masuk akan kepada anda ketika aplikasi di tentukan sebagai sebuah tantangan. Sebagai contoh, asumsi ke-4 mengkonter model pendekatan sosial yang tradisional bahwa seorang periset dapat mempertahankan sebuah observasi atau interview yang netral-netral saja. (sehingga hasilnya biasa-biasa juga). Saya juga percaya bahwa kehadiran kita dalam perubahan dinamika organisasi secara kelompok pada cara yang sama pula. Juga cara kita mengatakan pertanyaan-pertanyaan akan mempengaruhi kelompok pada cara yang sama pula (asumsi no.8).

Bayangkan kemungkinan-kemungkinannya

Bayangkan jika pekeraan anda adalah membantu orang dan organisasi menemukan apa yang terbaik dari diri mereka dan membantu mereka untuk mengambil tindakan lebih pada apa yang terbaik pada diri mereka?

Atau bayangkan anda membangun berdasarkan apa yang telah membuat anda jadi pada hari ini daripada anda harus mengubah diri anda sendiri?

Semua ini terjadi di dalam organisasi, komunitas dan pada diri masing-masing individu. Organisasi mengetahuinya sebagai Appreciative Inquiry, komunitas menyebutnya Asset Based Development atau Appreciative Planning and Action; individu mengetahuinya sebagai Solution-Focus Therapy atau Brief Therapy.

Appreciative Inquiry benar-benar menghargai masa lalu dan itu adalah sebuah alasan lain untuk membantu orang mengelola perubahan. Masing-masing dari kita yang sering menggunakannya serasa “magic” ketika kita menjabarkan kekuatan pada apa yang pernah kita alami. Magic datang dari kesaksian dari partisipan dengan pesan bahwa bukan tentang apa yang telah mereka lakukan itu salah atau berhenti melakukannya. Itu adalah sebuah afirmasi atau peneguhan atas apa yang sudah berjalan dengan baik dan siap untuk dikembangkan lagi setiap saat.


Salam Leadership
Surya D. Rachmannuh
Training Specialist